Wednesday, March 17, 2021

Benarkah Virus SARS-CoV-2 dapat Menular Lewat Udara ?

(Sumber: Photo by Markus Spiske from Pexels)

Kemarin, saya telah menuliskan tentang persistensi atau ketahanan coronavirus di udara. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan baru lagi, “Bukankah penyebaran atau penularannya lewat cairan tubuh penderita?”. Saya katakan jawabannya “benar”, bahwa penularannya lewat penderita, artikel tersebut sebenarnya menunjukkan peluang  keberadaan coronavirus berada diudara  di lingkungan klinik kesehatan atau bahkan di rumah sakit  yang merawat penderita covid-19. Untuk lebih jelasnya, akan saya tuliskan di bawah ini.


Coronavirus sebenarnya adalah salah satu kelompok virus. Coronavirus ini dapat menginfeksi hewan dan manusia secara spesifik. Artinya, secara sederhana dapat dipahami bahwa ketika jenis coronavirus menginfeksi hewan, maka virus tersebut tidak akan menginfeksi manusia. Sebagai contoh coronavirus yang menginfeksi hewan adalah virus MHV yang menginfeksi tikus. Sama halnya dengan Covid-19, penyakit ini disebabkan oleh salah satu virus dari coronavirus yang hanya menginfeksi manusia, yakni SARS-Cov-2. Bisa dikatakan kalau SARS-CoV-2 ini adalah virus baru hasil dari proses mutasi yang terjadi di alam.  

Pada tanggal 17 Maret 2020, para ilmuwan menerbitkan sebuah artikel mengenai ketahanan SARS-Cov-2 dalam bentuk aerosol di udara. Perlu diketahui, bahwa aerosol adalah cairan yang berada dalam udara. Virus SARS-CoV-2 dalam bentuk aerosol dapat bertahan di udara selama kurang lebih 3 jam. Sama halnya dengan virus SARS-Cov-1 yang menjadi penyebab penyakit SARS. Dari hasil tersebut, seperti yang sudah saya sampaikan di paragraf awal, membuat sebagian kalangan berasumsi bahwa virus SARS-CoV-2 dapat menular lewat udara. Nah, “bagaimana kita menaggapinya?” saya lanjutkan penjelasannya.

WHO telah merilis pernyataan di situs resminya bahwa protokol atau alat yang digunakan untuk memodelkan penyebaran aerosol dari virus SARS-CoV-2 tidak mendeskripsikan kondisi nyata di lapangan. Hal tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium. Dengan kata lain,  menemukan bentuk aerosol dari virus SARS-CoV-2 di udara selama kurang lebih 3 jam tidak merefleksikan kondisi klinis di kehidupan sehari-hari.  Hal ini mengindikasikan bahwa penyebaran SARS-CoV-2 ini tidak terjadi melalui udara. Akan tetapi, tetap perlu waspada terhadap penyakit ini dengan menjaga jarak dari orang sekitar (physical distancing) minimal sejauh 1 m seperti yang direkomendasikan oleh ECDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Eropa) dan tidak lupa untuk selalu menjaga kebersihan tangan dengan mencucinya menggunakan sabun. 

Referensi:

https://www.who.int/news-room/commentaries/detail/modes-of-transmission-of-virus-causing-covid-19-implications-for-ipc-precaution-recommendations (diakses pada 31 Maret 2020)

van Doremalen, Neltje, Dylan H. Morris, et al. 2020.  Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-2 as compared with SARSCoV-1. The New England Journal of Medicine. doi: 10.1056/NEJMc2004973 

Guo, Yan-Rong, Qing-Dong Cao, et al. 2020. The origin, transmission and clinical therapies on coronavirus disease 2019 (COVID-19) outbreak – an update on the status. Military Medical Research. 7 (11): 1-10

European Centre for Disease Prevention and Control. Considerations relating to social distancing measures in response to COVID-19 – second update. Stockholm: ECDC; 2020.

0 Comments:

Post a Comment